Bagi anda yang lahir pada rentang 
tahun 1981-1988 tentunya mengenal  para musisi & penyanyi maupun 
grup band era 90an, pastinya anda tak asing dengan penyanyi beraliran 
slow rock seperti Inka Christie, Nike Ardilla, Nicky Astria, Conny Dio 
dan lain-lain, namun anda juga pasti tahu banyak penyanyi atau grup band
 dari Malaysia yang sukses berkiprah di belantika musik Indonesia kala 
itu. Berbagai tembang dari negeri jiran itu begitu signifikan merajai 
pasar musik tanah air. Tak hanya sukses di dapur rekaman saja, para 
musisi dari Malaysia juga berhasil merambah ke ranah dunia hiburan 
lainnya, yaitu industri perfilman Nusantara. Banyak dari lagu yang 
diciptakan, dijadikan tema film maupun 
music song dari film-film 
yang ada. Anda tentu masih ingat kan lagu Isabella yang dipopulerkan 
oleh grup Band asal Malaysia, Search, di awal dekade 90an.
 
Invasi Musik Malaysia
Pada awalnya, keberhasilan musisi Malaysia memikat hati masyarakat 
Indonesia ditandai dengan kehadiran penyanyi cantik bersuara lembut dari
 negeri Jiran, sheila Majid di tahun 1987, penyanyi ini melejit namanya 
berkat kesuksesan membawakan lagu "Antara Anyer Dan Jakarta", karya 
Oddie Agam. Sheila Majid menerima penghargaan BASF di indonesia atas 
keberhasilan penjualan albumnya.
Setelah itu sederet nama penyanyi ataupun grup musik asal Malaysia yang 
menuai kesuksesan serupa. Serbuan penyanyi dan grup band Malaysia makin 
hari semakin menjadi-jadi dengan makin banyaknya lagu-lagu bernuansa 
slow rock di hampir tiap toko kaset maupun lapak-lapak pedagang kaki 
lima, baik yang original maupun bajakan dipenuhi kaset-kaset penyanyi / 
band Malaysia.
Dekade 90an boleh dibilang adalah era kejayaan musik Malaysia di 
Indonesia. Kreativitas musisi Malaysia makin berpijar, mereka tak hanya 
membuat album sendiri, namun juga mencoba peruntungan dengan bekerja 
sama dengan musisi Indonesia untuk membuat album bersama. Hal itu tampak
 dari kolaborasi antara penyanyi  seperti Amy Search dan Inka Christie, 
Ella dengan Deddy dores, Rahim Maarof dengan Conny Dio dan lain 
sebagainya. Lantas, apa yang membuat musik Malaysia dapat diterima 
dengan baik oleh para penggemar musik di Indonesia? Selain karena 
kejelian para musisi Malaysia dalam melihat minat masyarakat Indonesia 
terhadap musik bergenre slow rock maupun pop rock, faktor lainnya adalah
 kerjasama yang harmonis dari musisi Indonesia dan musisi Malaysia. 
Sejak tahun 1985, industri musik kedua negara telah memiliki konsensus 
bersama. 
Penyanyi-penyanyi Indonesia seperti Obbie Mesakh, Ria Angelina, Dian 
Piesesha, Pance F. Pondaag, dan lain-lain, sering mengadakan tour dan 
promosi album ke Malaysia, begitu pun sebaliknya. Hanya saja, musisi 
dari Malaysia agaknya lebih terberkati oleh "Dewi Fortuna". Album-album 
mereka lebih banyak menjadi hits dan meledak di pasaran musik 
Indonesia. 
Menjadi Raja di Negeri Sendiri
Akhir kejayaan musik Malaysia di belantika percaturan musik Nusantara, 
nampaknya mulai memudar di awal milenium baru, tepatnya tahun 2001. 
Memang, pada saat itu masih ada beberapa penyanyi maupun grup band asal 
Malaysia yang lagunya masih di putar di televisi nasional dan juga 
radio-radio, misalnya Siti Nurhaliza, New Boyz , Screen, Exist, Arrow 
dan lain sebagainya, namun tak segencar tahun 1999/2000. Tahun 2002 
praktis hampir tak ada grup musik Malaysia yang menghiasi pasar musik 
tanah air. Pada tahun kondisinya berbalik 180 derajat, penyanyi maupun 
grup band Indonesia mampu mendominasi belantika musik nasional, ditandai
 dengan munculnya band-band Nusantara yang membawa berbagai jenis aliran
 musik seperti Shiela On 7, Dygta, Romeo dan Wayang. dengan aliran 
pop-nya di tahun 1999, Ada band, Padi, Caffeine & Element dengan 
aliran pop alternatif pada awal tahun 2000. Di tahun yang sama juga 
bermunculan grup band bergenre rock dan rock alternatif seperti Jamrud, 7
 Kurcaci, Gigi dan lain-lain. Variasi aliran musik juga terlihat pada 
munculnya grup band bergenre ska seperti Purpose Tiger Clan, TipeX &
 Kungpow Chicken. Bermunculan juga penyanyi pendatang baru seperti Glenn
 Fredly, Melly Goeslaw, Alda Risma dan lain-lain. Oleh sebab itu, tahun 
2002 merupakan titik balik bagi industri musik domestik.
Di sepanjang tahun 2004/2005, pasar musik dalam negeri Indonesia 
benar-benar didominasi oleh grup band dan penyanyi-penyanyi Indonesia. 
Banyak sekali bermunculan grup band baru seperti Radja, Utopia, Ungu, 
Peterpan dan Kotak. Penyanyi solo juga banya bermunculan seperti Agnes 
Monica, Marcell, Ika Putri dan Rossa. Pada periode tersebut penyanyi 
atau grup musik Indonesia mampu menjual hingga jutaan copy album musik 
mereka, memiliki fans fanatik yang tak terhitung jumlahnya. Lagu-lagu 
asli karya anak negeri pun mendominasi dunia industri musik tanah air. 
Musisi Indonesia telah menjadi Raja di negerinya Sendiri. Hal ini 
menandakan bahwa geliat musik di Indonesia telah menjadi milik musisi 
pribumi. 
Sebaliknya, penyanyi maupun grup musik Malaysia nyaris tak terdengar 
lagi gaungnya. walaupun ada satu adau dua penyanyi Malaysia yang tetap 
memiliki fans setia di Indonesia (seperti Siti Nurhaliza, grup band 
Exist, Iklim), namun tak se-digdaya seperti pada dekade 90an.
Bahkan kini berbalik, musisi Indonesia-lah yang "menginvasi" para 
penggemar musik Malaysia. Grup band seperti Peter Pan, Ungu, Sheila On 
7, ST 12, dikabarkan meraup sukses besar pada penjualan album di negeri 
Jiran tersebut. Konser-konser yang mereka adakan di sana, selalu 
dipenuhi oleh para fans yang merupakan warga Malaysia. Perubahan ini 
terjadi karena meningkatnya kreativitas musisi Indonesia dalam 
menciptakan lagu-lagu berkualitas, banyaknya lagu yang beredar dan "easy listening",
 ternyata derespon dengan baik oleh pendengar musik di Indonesia. Selain
 itu, perubahan tersebut juga didorong akibat adanya perubahan selera 
genre musik masyarakat Indonesia, mereka lebih menggemari lagu bergenre 
pop melayu, rock dan pop rock. Berbeda dengan tahun 90an, ketika itu 
lagu bergenre slow rock lebih banyak diminati.
 
Sourch : http://indomusik99.blogspot.com